Senin, 31 Mei 2010

Trans Semarang

“Ma.., kapan naik busway?”, tanya anak saya pada suatu hari. Busway yang dimaksud adalah BRT (Bus Rapid Transport) yang ada di Semarang alias Trans Semarang. Dia selalu teringat akan hal itu setiap kali melewati shelter. Sudah setahun kehadiran alat transportasi ini di kota Semarang, tapi kami belum sempat mencobanya. Karenanya saya ingin segera mengajaknya untuk naik bis tersebut. Kebetulan keesokan harinya adalah hari libur nasional, tanggal 28 Mei 2010.



Gambar 1: Trans Semarang

Matahari mulai terbit, kami sekeluarga mulai menyiapkan diri untuk pergi sekedar berkeliling dalam kota Semarang naik Trans Semarang. Dari rumah kami mengendarai mobil sampai mall Ciputra-Simpang Lima. Waktu itu masih jam 09.30 WIB, tapi sudah mulai ada aktivitas di lingkungan mall. Suasana parkir masih lengang, hanya ada beberapa mobil yang sudah parkir. Dengan mudahnya kami mendapatkan tempat parkir, padahal biasanya agak siang sedikit mencari parkir di mall daerah Simpang Lima amat susah.

Kami berjalan menyusuri trotoar depan mall. Tepat depan antara mall Ciputra dan hotel Ciputra terdapat shelter BRT. Di pintu masuk kita dapat melihat daftar shelter dimana BRT akan berhenti. Saat itu kami memutuskan untuk mencoba berkeliling dengan rute Simpang Lima-Terminal Penggaron.



Gambar 2: Salah Satu Shelter BRT

Adapun daftar shelter yang disinggahi oleh BRT berdasarkan pengumuman yang ada di shelter Simpang Lima adalah sebagai berikut:


Gambar 3: Daftar Shelter BRT

Sebelum duduk di tempat tunggu yang telah disediakan kami harus membeli tiket. Tiket BRT seharga Rp 3.500 untuk umum dan Rp 2.000 untuk pelajar. Bagi yang membawa anak-anak akan ditanya petugas, apakah anaknya duduk sendiri atau dipangku. Jika duduk sendiri akan dikenakan tarif yang sama.



Gambar 4 : Tiket

Ada beberapa calon penumpang sudah menunggu di sana. Setelah mendapatkan tiket kami ikut bergabung dengan mereka. Tak berapa lama datang satu unit BRT, tapi tujuannya ke terminal Mangkang, bukan terminal Penggaron. Saat itu petugas menginformasikan BRT dengan tujuan terminal Penggaron datang setelah itu. Baru saja petugas mengakhiri ucapannya, tampak datang BRT yang dimaksud.

Dengan semangat kami memasuki pintu bis. Di dalam sudah banyak penumpang. Meskipun begitu masih ada tempat duduk untuk kami. Sejuk yang terasa oleh saya saat masuk ke dalamnya. Saya berusaha mengamati suasana dalam bis. Saya memberi nilai A plus untuk alat transportasi ini. Bis tampak bersih, AC berfungsi dengan baik dan pelayanan yang baik. Saya sempat berfikir, jika suatu saat saya sedang malas nyetir dan kesiangan pergi ke mall daerah Simpang Lima (takut susah dapat parkir) saya bisa memanfaatkan BRT. Intinya --- bisa di ulang, tidak jera.....----



Gambar 4: Suasana Di dalam Bis Jurusan Terminal Penggaron

Semua penumpang terlihat sangat menikmati perjalanan. Shelter demi shelter bis berhenti untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Sampai pada akhirnya bis berhenti di terminal Penggaron. Kami langsung menuju bangunan shelter yang tersedia. Kami berniat langsung kembali lagi ke shelter semula saat berangkat, yaitu simpang lima. Tampak BRT jurusan Mangkang sudah menunggu calon penumpang. Kami bergegas membeli tiket dan langsung masuk ke dalam bis. Tak berapa lama kemudian bis sudah melaju. Para penumpang jurusan ini juga tampak menikhmati perjalanan. Perjalanan begitu lancar dan kami tiba di shelter Simpang Lima lagi.



Gambar 5: Suasana Di dalam Bis Jurusan Terminal Mangkang

Calon penumpang di shelter tersebut tampak lebih ramai dari pagi sebelumnya. Kami segera meninggalkan shelter dan menuju ke mall Ciputra. Seperti biasa, saya menyempatkan diri untuk window shopping..... Semoga belum ada barang yang cocok..., biar tidak boros...he..he.. Sayangnya, saya tergoda untuk membeli sebuah clutch ...


Memperkenalkan lingkungan pada anak merupakan salah satu tugas kita sebagai orang tua. Membawa anak-anak kita keluar rumah dan mengajaknya berkeliling mengendarai angkutan umum merupakan bagian dari cara kita memperkenalkan lingkungan. Selain itu, dengan mengetahui adanya angkutan umum yang memadai dapat dijadikan alternatif trasportasi keluarga yang lebih hemat daripada kendaraan pribadi.*) By: Yunie Sudiro.

Sabtu, 29 Mei 2010

The Broken Violin part II

Malam telah larut, kami tak sabar menunggu hari esok. Berbagai spekulasi kami munculkan. Mulai dari harapan optimistis sampai yang pesimistis. Namun kami harus dapat meredam perasaan yang telah berkecamuk, .....................................................................hingga pagi tiba.

Sang putri sudah terlihat lebih tegar setelah bangkit dari tempat tidurnya. Sang putri sudah mulai bisa tersenyum menyambut rutinitas. Meski masih saja menanyakan kapan benda kesayangannya akan dibawa ke toko untuk diperbaiki. Saya dan suami telah menyanggupinya hari itu akan ditanyakan ke toko.

Detik demi detik berlalu, jam menunjukkan pukul 10.00. Kami sudah parkir di depan toko. Bergegas kami membawa benda kesayangan sang putri ke dalam toko. Tanpa banyak basa-basi saya langsung mengemukaan permasalahan kami pada pegawai toko. Eh.....tanpa dinyana, tanpa disangka, ternyata sebab dari kekacauan biola adalah patahnya kayu kecil pengait antara tempat senar dan body nya.
Maklum, sebelumnya kami sekeluarga tidak pernah pegang biola... Karena itu, penyelesaiannya hanya mengganti kayu kecil tersebut. Cuma herannya para pegawai toko di sana adalah kepatahan yang terjadi. Karena selama ini belum ada yang mengalami "patah", tapi lepas. Apalagi umur biola baru 1 (satu) minggu. Menurut analisa mereka ada 2 (dua) kemungkinan :
(1) Saat menaruh pada tempatnya tidak pas sehingga tertekan di dalam tasnya, dan akhirnya patah
(2) Saat menaruh pada tempatnya tidak memegang body biola tapi tempat senarnya. Analisa ini sangat membantu kami untuk lebih tahu tentang perlakuan sebuah biola.

Tidak begitu lama kami menunggunya. Hanya sekitar 30 menit biola sudah seperti sediakala. Di samping itu biayanya juga sangat murah untuk ukuran umum.

Tak terasa hari sudah sore. Waktunya saya menjemput sang putri di sekolah. Wajah sang putri begitu riang saat keluar dari pagar sekolah. Mungkin dia merasa lega karena pelajaran telah usai. Tanpa kata dia duduk di jok depan. Dan tanpa dia sadari telah bertengger sebuah biola di jok belakang. Saya langsung mengejutkannya dengan menyuruhnya menoleh ke belakang. "Biolanya bisa diperbaiki, Ma?" sahut sang putri kepada saya. Wajah dengan senyumnya tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.

Sesampainya di rumah, sang putri langsung memeriksa barang kesayangannya. Dan tak lupa memainkannya. Kali ini sudah tidak terdengar ngiikk...ngiik.. lagi. Yang tertangkap telinga saya adalah, do.., re..., mi..., fa..., sol..., la...., si.... Setelah kejadian itu, sang putri minta biolanya ditaruh jauh dari jangkauan anak-anak. Dia sendiri kalau mengambil harus naik ke atas kursi.

Dan les berikutnya sang putri sudah dapat membawa biolanya kembali. Dia sudah mulai belajar Twinkle-Twinkle Little Star, Lightly Row dan Ibu Kita Kartini. Semoga dia akan terus bersemangat latihan untuk lagu-lagu lainnya yang lebih kompleks.

By: Yunie Sudiro

Sabtu, 08 Mei 2010

Pendidikan dan Ibu Rumah Tangga


Pada kondisi modern seperti sekarang, gejala kanca wingking pun menggejala. Bedanya, pada era kartini kondisi itu diciptakan pihak luar (suami), pada era modern justru wanitalah yang lebih memosisikan diri menjadi kanca wingking. (suara merdeka, hal 19 tanggal 21 april 2010).

Pernyataan tersebut membuat penulis tergelitik untuk membahasnya lebih lanjut. Sebelumnya saya akan mencoba mengartikan maksud dari kanca wingking. Menurut saya yang dimaksud kanca wiking adalah bukan teman sejajar, yang dianggap hanya sebagai pelengkap dan berperan hanya di belakang layar. Karena hanya pelengkap, yang dikerjakan juga tidak menyangkut hal-hal yang proritas di dalam suatu rumah tangga. Selain itu juga tidak selalu dilibatkannya dalam mengambil keputusan-keputusan penting di dalam rumah tangga tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa wanita disebut kanca wingking karena tidak berkesempatan untuk engekspresikan diri dan atau berpartisipasi di masyarakat. Pada akhirnya mereka menikah dan berdiri di balik keberadaan laki-laki.

Saat ini ada 2 (dua) status pekerjaan bagi wanita, yaitu wanita pekerja dan Ibu Rumah Tangga. Meskipun sebenarnya setiap wanita yang berkeluarga juga harus mengemban tugas sebagai Ibu Rumah Tangga. Pekerjaan Ibu Rumah Tangga bagi wanita yang bukan kanca wiking harusnya bisa mengatur rumah tangga dengan baik karena suami lebih focus pada perolehan nafkah. Mengatur rumah tangga bukan berarti secara keseluruhan harus dikerjakan sendiri. Untuk pekerjaan yang tidak memerlukan pemikiran masih bisa dialihkan kepada pekerja rumah tangga. Hal ini dimaksudkan supaya ibu rumah tangga lebih mengutamakan pada hal-hal konseptual dan jika memungkinkan masih bisa berkarya walaupun tidak di luar rumah.

Terbentuknya suatu keluarga merupakan terbentuknya suatu organisasi. Dimana organisasi tersebut mempunyai tujuan yang dituangkan dalam pembagian pekerjaan dan tanggung jawab. Pembagian dan stadarisasi pencapaiannya tergantung dari kesepakatan para pelaku organisasi, yaitu para anggota keluarga. Meskipun biasanya pembagian pekerjaan dan tanggung jawab ini berdasarkan teori yang diajarkan semenjak kita di sekolah dasar. Di sana selalu diajarkan bahwa tugas utama ibu adalah mengurus rumah dan tugas utama bapak adalah mencari nafkah. Menurut saya mengurus rumah di sini adalah mulai dari pengelolahan keuangan, pengaturan pembelanjaan, operasional rumah, mengurus anak, sampai mengurus suami. Dengan begitu terlihat bahwa suami dan istri merupakan suatu partner, tidak ada yang di depan atau di belakang. Masing-masing akan mempunyai peran penting dalam kelangsungan suatu rumah tangga.

Begitu banyak tanggung jawab yang diemban seorang ibu rumah tangga. Dari sisi keuangan harus membuat anggaran dan mengevaluasinya. Operasional rumah dapat meliputi penyediaan makanan, kebersihan rumah dan menyiapkan perlengkapan pendukung harian. Mengurus anak meliputi pertumbuhan, kesehatan dan pendidikannya. Mengurus suami adalah peran wanita sebagai pendamping termasuk menyumbangkan pikiran bila diperlukan. Mereka pasti dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih baik jika didukung pengetahuan yang memadai. Untuk itu tingkat pendidikan seorang ibu rumah tangga dapat mempengaruhi setiap langkah yang diambil dalam melaksanakan tugasnya. Semakin mampu seorang ibu rumah tangga dalam melaksanakan tugasnya, perannya semakin diakui. Hal ini dapat menghindarkan wanita dianggap sebagai kanca wingking. Ironisnya menurut tulisan saudari Siti Muyassarotul Hafizoh (suara merdeka, hal 19 tanggal 21 april 2010) masih ada 70% wanita yang buta huruf.

Pada masa sekarang banyak saya jumpai mulai banyak wanita yang telah keluar dari pekerjaan di luar rumah setelah mempunyai momongan atau karena sebab lain. Dan banyak juga yang memulai aktivitasnya kembali setelah mereka anggap perlu. Di era sekarang, wanita dengan pengetahuannya semakin mengerti akan posisinya sebagai ibu rumah tangga. walaupun kenyataannya ada juga yang masih belum memahaminya. Jika semua para wanita Indonesia menyadari akan pentingnya ilmu pengetahuan baginya, maka perannya sangat dapat membantu untuk menjaga kualitas anak bangsa yang akan menjadi penerus bangsa ini.


By: Yunie Sudiro.

Selasa, 20 April 2010

Biola “Pearl River” ( bagian 1) : The Broken Violin

Saya dikaruniai amanat 2 (dua) orang titipan Tuhan, seorang putri dan seorang pangeran. Berikut adalah sedikit kisah mengenai sang Putri.
Sang putri bertipe tak mudah menyerah jika menginginkan sesuatu. Dia rela dan tak putus asa jatuh bangun saat belajar sepatu roda, sampai pada akhirnya bisa menguasainya. Tiga hari berturut-turut pantang menyerah belajar naik sepeda dan hari ke tiga langsung lancar bersepeda. Itu merupakan dua contoh dari kegigihannya. -----contoh yang terakhir adalah dia akan merengek terus jika menginginkan sesuatu dari orangtuanya-----. Ya, namanya usaha…meskipun pada akhirnya belum tentu dituruti…

Tidak tahu asal muasalnya, tahu-tahu sang putri gandrung banget yang namanya biola. Padahal selama ini tak pernah menunjukkan gelagat minat terhadap benda ‘ringkih’ itu. Dengan berbagai jurus mautnya dia meminta mama-papanya mengikutkan les biola. Akhirnya saya dan suami menuruti dengan berbagai pertimbangan. Kebetulan pada saat itu tempat belajar musik langganan keluarga kami lagi diskon 50% untuk biaya pendaftaran. Wah, ini rezeki alias nasib baik benar-benar berpihak pada sang putri, pikir saya, maksudnya lesnya diridhoi olehNya. Karena pendaftaran telah dilakukan akhir bulan, otomatis lesnya akan dimulai bulan depannnya. Walaupun ternyata mulai bulan depannya biaya bulanan les naik 10% dan minggu pertama masuk tanggal merah, yah dijalanin aja. Karena sang putri sudah kebelet sekali.

Saking kebeletnya, les belum dimulai sudah kepingin dibelikan biola. Setiap pergi ke toko buku Gramedia, selalu minta diantarkan melihat biola. Tapi kami belum menuruti. ---Waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Minggu kedua adalah hari pertama masuk les. Dia tak bisa menyembunyikan kegembiraannnya. Semangat sekali saat saya jemput di sekolah. Saat saya datang, sudah siap pergi. Biasanya saya harus menunggu beberapa saat karena dia masih ngerumpi dengan sang BFF --- Best Friend Forever--- (istilah dia buat sahabat –sahabat terdekatnya) . Pukul 17.00 saya sudah parkir di depan tempat kursusnya. Setengah jam lagi kelas biola akan dimulai. Sang putri langsung menuju kelas. 30 menit telah lewat. “Kok cuma sebentar” protesya kepada sang guru. “Wah…ini namanya bener-bener suka” kata sang guru. “Semoga----semoga---“ pikir saya. Bukan apa-apa, cuma takut kalo terlanjur investasi ternyata belum 3 (tiga) bulan sudah bosan, kan benar-benar tidak efisien ---- Manajer Keuangan tahunya effisien…dan effisiensi…he.. he..

Sepulang kursus dia langsung menagih dibelikan biola. Kami masih menyanggupinya. Dasar sang putri yang ‘pantang menyerah’, setiap menit, setiap ada kesempatan dia selalu menagih dengan alasan segera buat latihan. Akhirnya sayapun menyerah karena sudah tidak tahan ditagih - tagih, keesokan harinya langsung mengantar sang putri ke toko. Untung sebelumnya saya sudah tanya-tanya sama sang guru. Dan beliau sudah merekomendasikan merk dan toko biola yang paling optimal bagi sang putri. Kata beliau toko tersebut adalah pemasok yang harganya bisa lebih murah cukup signifikan dari penjual lainnya.

Karena saya dan suami sangat awam yang namanya biola, bahkan untuk memilih saja tidak bisa. Kami mempercayakan sales toko yang memilihkan. Konon, katanya, pertama kali yang dilihat adalah kayu kecil yang didalam biola jangan lepas karena itu yang berpengaruh pada resonansi. Yang kedua baru dilihat secara fisik luarnya. Setelah melakukan transaksi pembayaran, sang putri sudah bisa membawa pulang sebuah biola ukuran ¾ dengan merk “Pearl River”. Masih katanya sang guru juga… merk ini sudah lumayan untuk pemula seperti sang putri.

Ada 2 (dua) pesan dari sales toko yang selalu saya ingat. Bu, biolanya jangan dilap pake lap basah ya…karena lem bodinya khusus dan tidak bisa kena air, juga hati-hati biolanya jangan sampai jatuh.. Pesan ini selalu saya sampaikan kepada yang empunya, supaya dia selalu menjaga barang kesayangannya. Apalagi sang pangeran ikut penasaran dengan barang itu. Sang pangeran suka curi-curi kesempatan untuk menggeseknya dan lebih parah lagi alat penggeseknya juga dipakai main pancing-pancingan. OMG……

Satu minggu telah berlalu. Hari itu pertemuan les biola ke 2 (dua). Sang putri sudah dapat menenteng biola ke kelasnya. Selepas pertemuan dengan sang guru, dia membawa pulang selembar kertas bertuliskan beberapa not balok untuk latihan di rumah. Begitu masuk rumah dia langsung memainkan PR yang didapat, meskipun secara awam hanya terdengar “ngiiik….ngiiik….ngiiiikkkk….. Selain itu, dia minta didownloadkan konser pemain biola dan lagu-lagu yang ada alunan biolanya. Begitulah gambaran betapa dia saking gandrungnya sama satu alat musik tersebut.

Keesokan harinya, pagi-pagi buta sebelum mata saya terbuka sudah terdengar suara “ngiikk….ngiikkkk….ngiiikkkkk…. Sang putri sudah mengeluarkan biola dari dalam tasnya. Tak ketinggalan sang pangeran mulai usil mencuri-curi kesempatan memegang alat itu jika ditinggal yang empunya. Begitu seterusnya sampai siang hari kami memutuskan untuk pergi makan siang dan ke toko buku. Senja mulai menjelang pada waktu kami tiba di depan rumah. Saya langsung masuk ke kamar sang putri dengan maksud mau merapikan. Sedikit ada rasa kaget karena ada tutup putih kecil ( bagian dari barang kesayangannya) tergeletak di lantai. Tutup tersebut adalah tutup dari alat pembersih (menurut saya) alat penggeseknya.----Karena setahu saya sebelum biola diserahkan oleh sales toko, alat penggeseknya digesekkan terlebih dulu ke alat berwarna putih tersebut. Dan saya kelupaan bertanya. ----- Saya mulai khawatir akan barang kesayangan sang putri. Alangkah terkejutnya kami semua setelah dibuka tasnya terlihat seperti pada foto berikut.


Sang putri pun tak kuasa menahan tangisnya. Saya dan suami berusaha menghiburnya, dan kemudian kami mencoba menganalisa dan menemukan sebabnya. Tapi karena sampai tulisan ini dibuat kami masih belum berhasil menemukannya, maka harapan kami hanya satu, membawanya kembali ke toko semula untuk bisa diperbaiki. Bagaimanakah hasilnya? Silakan ditunggu di tulisan berikutnya : Biola “Pearl River” ( bagian 2) : ……………………….

By : Yunie Sudiro

Rabu, 17 Maret 2010

Ibu Rumah Tangga TIDAK Identik dengan Daster



Sebelumnya mari kita awali dengan potongan cerita dari salah seorang temen saya.
"Suami saya bekerja di bagian marketing...salah satu job nya adalah ikut merekrut tenaga penjual langsung (direct sales). Suatu hari, pada hari libur ada pelamar "gadis muda" yang datang ke rumah menyerahkan lamaran. Waktu itu saya yang membukakan pintu dengan mengenakan busana seadanya-----baby doll------ Setelah saya persilahkan duduk, si gadis langsung memerintah saya..."mbak, tolong dibikinkan minum...." Alamak..saya dipikirnya bukan nyonya rumah tapi dikiranya ART (Asisten Rumah Tangga). "

Jauh sebelum itu, di suatu departement store. "Dik, ini lho bagus buat busana harian" kakak ipar saya seraya menunjukkan terusan kasual. Kemudian beliau menceritakan tentang apa yang telah dialami oleh salah satu dari rekan kerjanya, sebut saja Bu 'G'. ----Pada suatu hari, Bu 'G' sedang mengarahkan asistennya merapikan halaman depan rumah. Kemudian datanglah seorang tamu dan seraya berkata pada Ibu 'G', "Ibunya ada?"... si Ibu sebagai nyonya rumah langsung merasa bahwa penampilannya yang waktu itu mengenakan daster lah yang menyebabkan tamunya menganggap dirinya sebagai pekerja di rumahnya.

Lain lagi dengan obrolan teman saya yang lain. Dia adalah teman sekost saya waktu kuliah. Kita adalah teman seangkatan dan sejurusan. Mungkin dia lebih gigih dari saya, hingga dia bisa wisuda 1 (satu) semester mendahului teman-teman seangkatan. Setelah wisuda dia langsung bekerja. Entah kenapa sekitar hampir setengah tahun dia memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya. Sekitar beberapa bulan dia beristirahat sambil mencari pekerjaan pengganti. Pada saat masa menganggur dia sempat bilang kepada saya: 'nggak enak nggak kerja, nggak bisa dandan--nggak bisa pakai lipstik, nggak bisa pakai sepatu berhak tinggi,..bla...bla...bla...

Semua kejadian yang saya paparkan adalah merupakan efek dari paradigma lama, yaitu bahwa ibu rumah tangga cuma selalu di rumah, tidak bertemu siapa-siapa. Pakai daster saja cukup. Akhirnya sebagian dari mereka menganggap bahwa penampilan bukan merupakan suatu prioritas. Padahal penampilan terbukti bisa mendongkrak rasa percaya diri seseorang.

Untuk itu, kita sebagai ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah sebaiknya juga memperhatikan penampilan kita. Bagaimana kita di rumah, bagaimana kita di pesta, bagaimana berdandan sesuai pada tempatnya. Jadi bukan hanya wanita pekerja yang harus punya koleksi sepatu dan tas. Tapi, kita sebagai ibu rumah tanggapun seharusnya mempunyai koleksi sepatu dan tas. Selalu tampil rapi dan cantik merupakan upaya menghargai diri kita sendiri karena pada kenyataannya penilaian awal seseorang terhadap kita selalu tergantung pada pandangan pertama. Selain itu juga tidak mempermalukan orang-orang di sekitar kita, terutama suami. Jangan sampai ada yang berpendapat kita tak cocok berada di samping suami. Sttt ...tujuan lainnya sebenarnya adalah salah satu strategi biar para suami kita tidak cari yang 'segar' di luaran.


Sebagai ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah seharusnya tetap selalu menjaga penampilan. Penampilan tidak harus mahal, yang penting sesuai pada tempatnya dan orang lain dapat mengenali kita sebagai nyonya rumah.*)By : Yunie Sudiro

Kamis, 04 Maret 2010

Berlibur Ala Pantai Senggigi dengan Anggaran Lokal Di Pantai Bandengan Jepara

Tubuh bisa lelah. Kadang kita tak merasakan kelelahan itu. Tahu-tahu tubuh protes, meriang (paling ringan), flu, dst... Itu tandanya tubuh perlu istirahat. Begitu juga dengan mental-pikiran kita. Setiap hari kita selalu menggunakan pikiran kita. Lama-lama pikiran kita bisa capek.-- Orang bilang stess--. Jangan sampai otak kita protes. Mari kita sama-sama membuat otak kita relaks pada saat mulai penat. Saat inilah refreshing sangat berarti buat saya. Saya tak mau stress ringan menjadi berat. Maksudnya, saya tak mau jadi gila..ha..ha.. Tetapi refresing juga perlu biaya. Makanya jangan bikin acara refreshing malah membuat kita stress. Gara-gara pulang liburan membuat jatah belanja sebulan ke depan jadi ludes.

Kebetulan saya adalah sebagai pendatang di kota Semarang. Tak terasa sudah sekitar 4 tahun saya berdomisili di kota lumpia ini. Sayapun memanfaatkan momen ini untuk menyiasati anggaran liburan. Mumpung tinggal di Semarang saya mengagendakan untuk mengunjungi daerah wisata wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya di setiap kesempatan. Berikut saya akan sharing oleh-oleh liburan saya dan keluarga ke pantai Bandengan Jepara.

Lumayan lama saya tinggal di Semarang, tapi baru akhir-akhir ini mendengar ada pantai bagus, nuansa Bali di kota Jepara. Suamipun tergelitik untuk cari tahu lebih banyak melalui internet. Akhirnya kita dan teman-teman beserta keluarga masing-masing sepakat berlibur ke sana. Hotel sudah reserve. Berangkatlah kita dengan berbekal peta kota Demak, Kudus dan Jepara hasil download. Jangan lupa isi bensin. Untuk mobil dengan kapasitas mesin 1500 cc, diisi dengan premium Rp 150.000 sudah lebih dari cukup untuk pulang-pergi, dan sekedar keluar buat cari makan di luar hotel.

Sampailah kita di kota Jepara. Kamipun menyusuri Jl Pemuda - HOS Cokroaminoto - Kol Sugiyono - ketemu pasar - bingung harus kemana, karena nama jalan sudah tidak sesuai peta. Dua kali kita ketemu pasar lagi, artinya kita tak menemukan jalan. Kamipun memutuskan untuk kembali ke Jl A Yani dan mencari jalur alternatif lain, yaitu: Jl. A Yani - Jl Shima lurus arah Bangsri , nanti kita belok ke kiri sesuai petunjuk arah pantai Bandengan / Tirto Samudra Beach. Setelah itu kita lurus saja mengikuti jalan, agak jauh, sampai berakhir pada ujung jalan, tempat loket masuk pantai Bandengan.

Kami menginap di P*** Beach Resort. Pintu masuknya persis sebelum loket. Sejauh mata memandang resortnya memenuhi syarat untuk dihuni..tapi suasana lobi sepi..kayaknya di sana jumlah pegawainya tak banyak. Tanpa door man..kitapun masuk tempat reseption tanpa ada penyambutan di pintu utama, buka pintu sendiri dan tanpa welcome drink..tapi itu tak mempengaruhi kami untuk menikmati resort yang tersedia. Tadi saya hanya menggambarkan suasana 'sepi'. Setelah dapat kamar kamipun langsung berlari menuju pantai. Whoooaa … pasirnya putih lembut,..kolam renang dan restorasi dekat pantai,..dan kami menyadari kalau kita di tempat terpencil, jauh dari kota. Hal ini mengingatkan saya pada saat di pantai Senggigi-Lombok. Saran saya, siapkan makanan kecil yang cukup.









Malam mulai tiba, sunyi mulai terasa. Yang terdengar hanya deburan ombak. Kami hanya bisa duduk di restorasi tepi pantai, bercengkrama sambil menikmati secangkir kopi. Di sana masih minim hiburan. Karaokepun tak ada.

Tak terasa saya, suami dan teman-teman telah menghabiskan malam sampai jam 02.00. Tanpa hiburan kami telah melewatkan malam bersama dengan mengesankan. Kantuk mulai menyerang, tanpa mimpi, hari telah berganti. Pagi begitu cerah, kami mulai menyusun aktivitas supaya hari terakhir kami tidak sia-sia. Lupakan luar resort...anda rasakan suasana resort dan pantainya...bermain pasir...bermain air laut...naik dan berenang di kolam renang....balik lagi ke pantai....naik banana boat...naik perahu kano atau mau perahu kayak juga ada...mau berkenalan sama ekspatriat ....sampai melihat yang memakai bikinipun bisa....- pasti anda merasa ada perasaan lain,... Oh ya...jangan lupa berfoto...





Itulah oleh-oleh saya dari Jepara. Silakan mencoba.*)By: Yunie Sudiro.

Selasa, 23 Februari 2010

Masa Depan Ibu Rumah Tangga



Banyak para wanita yang enggan jadi ibu rumah tangga murni karena alasan masa depan (secara ekonomi). Sebenarnya ini juga ada benarnya, karena setiap pengambil keputusan sangat tahu apa saja yang jadi pertimbangannya. Tapi, kalaupun Anda memilih keluar dari pekerjaan dan mau mengabdikan diri untuk mengelola keluarga, tak pelu khawatir akan masa depan. Siapa bilang masa depan ibu rumah tangga itu suram..Semua itu tergantung pada kita. Buat rencana agar masa depan kita cerah..

Memang hidup didunia selalu melibatkan 'kumpulan koin'. Hidup terasa berat kalo kita tak punya cukup uang. Cukup lho yaa..tidak harus banyak...Menurut saya, kalau banyak belum tentu cukup. Ini benar-benar relatif. Dan setahu saya pada dasarnya manusia mempunyai sifat 'selalu kurang'. Makanya meskipun ada yang banyak uang masih terasa kurang, tergantung gimana kita menyikapi sifat dasar tersebut.

Sekarang kita membahas masalah UANG. Bagi yang income nya hanya dari suami. Mulai sekarang daftar semua sumber income jika suami tak ada. Tak ada di sini bisa berarti meninggal (a) atau meninggalkan kita, tapi masih di dunia (b). Jangan berprasangka buruk dulu. "Kok mendoakan suami tak ada.." bukan begitu, siapa sih yang mau berpisah sama suami tercinta....maunya selalu bersama sampai kapanpun.... Namun, kita harus mempertimbangkan semua hal terburuk yang bisa terjadi.

Untuk antisipasi kasus (a); pastikan apakah suami mendapatkan dana pensiun. Dan apakah jumlahnya sudah sesuai dengan kebutuhan bulanan kita? Kalau tidak, berarti kita bisa menambah simpanan dana yang berproteksi. Karena suami yang menjadi tulang punggung keluarga , sebaiknya di awal yang menjadi tertanggung adalah suami kita. Perlu Anda tahu saya bukan sales asuransi lho....

Antisipasi kasus(b): kalau ini yang terjadi antisipasi kasus (a) tak berlaku. Pertama yang dilakukan adalah pengembangan diri. Kita harus siap jika hidup sendiri. Harus 'survive'. Makanya jika menjadi ibu rumah tangga jangan berkutat didapur...atau tenggelam pada rutinitas sebagai 'back (office) support'…..maksudnya masak, nyuci-seterika, ngepel, kalo yang seperti ini bisa dengan mudah kita “out-source” kan ke “housekeeper”(maksudnya : asisten rumah tangga).

Kemudian lakukan pembagian nama aset. Pilih dulu aset yang mudah cair, misalnya: deposito, mobil. Walaupun mobil kita cuma satu, dengan alasan biar kita merasa terjamin, suami pasti mau mengatasnamakan kita. Yang pasti kita juga yang memegang pengarsipannya. Percuma saja semua dokumen atas nama kita jika tidak ada di tangan, atau kita tidak tahu dimana letaknya karena pengarsipan yang tidak teratur. Pemilihan ini sangat membantu kita secara psikologis saat ada 'perang dingin' sama suami.----"aku punya cukup uang, untuk sementara tak tergantung juga bisa.."---- Namanya juga suami-istri, setiap saat selalu bertemu, saling mengkhawatirkan satu sama yang lain. Wajar seandainya ada sedikit salah faham atau selisih pendapat. Yang kita tahu bahwa itu timbul sebenarnya karena saling menyayangi. Selanjutnya, yang paling baik adalah apabila aset yang kita punya bisa dibagi atas nama masing-masing sesuai dengan kesepakatan masing-masing.

Antisipasi tadi bisa juga berguna untuk ibu pekerja yang pendapatannya masih belum cukup untuk hidup sendiri. Dan paling tidak pada saat-saat tertentu anda terhindar dari perasaan 'terpuruk'....Selamat mencoba bagi yang belum pernah memikirkannya.*)By: Yunie Sudiro

Senin, 15 Februari 2010

Constrains



Setiap organisasi yang terbentuk pasti mempunyai tujuan. Pada sebuah keluarga terdapat ciri-ciri organisasi. Sebuah perusahaan juga merupakan suatu organisasi. Dan perusahaan tempat bernaung saya adalah keluarga. Anda pasti ada yang berpendapat: "apa tidak terlalu berlebihan keluarga dianggap sebagai perusahaan?".

Keluarga merupakan kumpulan orang yang dengan sengaja membentuk suatu sistem untuk mencapai tujuan (goal). Saya yakin setiap keluarga mempunyai sederet daftar yang ingin dicapai. Biar lebih gampang seharusnya tujuan keluarga ditetapkan diawal dengan ungkapan yang ringkas. Kok diawal?... Apa ada keluarga yang terbentuk tanpa tujuan? Menurut saya mungkin ada yang belum, misalnya kawin paksa (kalau masih ada) atau yang menikah karena terpaksa... atau belum terpikirkan kemana perahu yang mereka dayung akan berlabuh. Semua itu tidak jadi halangan kalau mereka mau menetapkan tujuan (tidak ada kata terlambat, daripada lebih lama terombang-ambing tanpa tujuan...) Untuk itu diperlukan pengelolaan yang tepat dalam mencapai tujuan akhir dari masing-masing keluarga.

Tiap-tiap keluarga mempunyai aktivitas dalam menjalankan kehidupannya untuk mencapai goal. Aktivitas yang kita jalankan bisa lebih terkendali dan berarti kalau selalu kita sesuaikan dengan tujuan kita. Jadi hidup jangan disia-siakan. Cari aktivitas yang mempunyai nilai tambah. Nilai tambah tak harus dikonversikan ke bentuk Rupiah lho.... Misalnya: menjadi guru les anak kita, kita tidak langsung dapat bayaran, tapi kita bisa mengetahui perkembangan anak pada hal akademis, bisa mengajarinya sesuai konsep kita dan yang jelas menghemat biaya untuk membayar guru les dari lembaga luar.

Dalam bahasan ini dapat dikatakan bahwa ibu rumah tangga harus mempunyai aktivitas yang terarah dan selalu mempunyai target berdasarkan waktu. Dimana aktivitas itu sendiri merupakan bagian dari aktivitas keseluruhan yang harus dilaksanakan oleh semua anggota keluarga.

Semua orang dapat dipastikan selalu mempunyai tujuan yang baik. Sudah dibahas sebelumnya kalau mau mencapai tujuan akan di-breakdown menjadi aktivitas-aktivitas. Masalahnya dalam menjalankan aktivitas tersebut belum tentu dapat dijalankan dengan lancar. Kita kadang akan terkendala batasan-batasan (constrains). Contoh nyata yang sering kita jumpai: maunya menyekolahkan anak di sekolah bagus, batasan yang paling kelihatan adalah biaya. Dan mungkin masih ditemukan batasan-batasan lain pada kasus yang lain pula dimana setiap orang bisa saja mengalami hal yang berbeda-beda.


Dari alasan-alasan di atas dapat muncul pertanyaan bagaimana caranya kita dapat mencapai tujuan "company" kita melalui aktivitas yang terarah dengan memperhatikan semua batasan masing-masing. Inilah yang membutuhkan pengelolaan atau manajemen.*)By: Yunie Sudiro

Senin, 08 Februari 2010

Ketrampilan penunjang pergaulan



Masa kecil saya tinggal di kota setingkat kabupaten. Anda bisa bayangkan fasilitas yang tersedia di kota sekecil itu. Bahkan selama saya mengenyam pendidikan sampai SMA (Sekolah Menengah Atas), jaman sekarang SMU (Sekolah Menengah Umum), saya tidak pernah mendapatkan materi berenang. Hal ini bisa terjadi karena di masa itu tidak ada satupun kolam renang di sana.

Pada waktu itu juga belum ada perguruan tinggi yang memadai. Kalau tidak salah hanya ada dua kampus swasta. Yang satu IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dan yang satu Universitas dengan jurusan yang terbatas. Yang jelas di sana tidak menyediakan Fakultas Teknik. Makanya pada saat itu, selepas SMA para lulusannya sebagian besar urban ke kota lain. Mereka melanjutkan pendidikan yang dianggap lebih layak, termasuk saya.

Selama kuliah saya bisa menambah pengetahuan seputar life style kota metropolis. Maklum, sebagai mahasiswi, saya adalah anak kos. Jadi hanya bisa mempelajari, tapi tak bisa mengikuti. Saat itu motivasi anak kos seperti saya hanya lulus...dan lulus.. Akhirnya saya lulus tepat waktu dengan predikat yang tidak mengecewakan.

Hanya dengan hitungan bulan saya mendapatkan pekerjaan yang layak. Dan saya memutuskan melepaskan masa lajang. Kuliah sudah, kerja sudah, menikah sudah,... tapi kita sebagai manusia harus mau berkembang. Saya merasa dengan belajar dan menambah pengetahuan bisa membuat kita lebih bernilai. 

Sekarang saya sudah tidak mahasiswi lagi. Tentunya saya akan menghadapi lingkungan yang sangat berbeda. Selain itu saya dan suami sudah mempunyai kesibukan masing-masing yang tak mungkin saling bergantung saat menjalankan aktivitas. Mulailah saya berfikir untuk bisa menyetir sendiri. Tanpa tergantung harus diantar suami (mau membayar driver juga belum mampu) dan saya akan bisa lebih mobile kemana-mana.

Dengan memperhatikan lingkungan sekitar, saya juga memulai belajar ber-olah vokal. Meskipun sampai sekarang kepandaian bernyanyi saya masih terbilang minus, tapi yang penting secara psikologis jauh lebih percaya diri saat hang out bersama teman-teman di karaoke. Saya juga memperdalam Bahasa Inggris dan belajar berenang, meski berbicara dalam Bahasa Inggris saya masih jauh dari kata sempurna dan hanya bisa berenang gaya dasar, yaitu gaya katak (yang penting bukan gaya anak sungai, atau lebih parah : gaya batu..!). Sementara sampai saat ini ketrampilan tambahan tersebut sangat mendukung  dalam bergaul dengan teman-teman saya dan memperluas pergaulan di lingkungan sekitar saya.

Kebutuhan akan teman dan saling berinteraksi ini mengingatkan kita pada hirarki kebutuhan dari Teori Maslow. Teori ini telah menyusun kebutuhan menjadi suatu hirarki. Dimana setiap orang akan memenuhi kebutuhannya dari hirarki yang paling rendah dan akan otomatis meningkat untuk memenuhi kebutuhannya yang lebih tinggi.

Hirarki Kebutuhan dari Maslow (Maslow’s Need Hierarchy), secara berurutan adalah sebagai berikut:

  1. Fisiologis.
  2. Keselamatan dan keamanan (safety and security).
  3. Rasa memiliki (belongingness), sosial dan cinta.
  4. Penghargaan (esteems)
  5. Realisasi diri (self actualization)


Kita sebagai manusia tidak akan pernah merasa puas dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu teori tentang kepuasan adalah hirarki kebutuhan dari Maslow. Pada hirarki ke 3 (tiga) disebutkan bahwa jika kebutuhan akan fisiologis, keselamatan dan keamanan sudah terpenuhi, maka kita akan berusaha memenuhi kebutuhan akan rasa memiliki, sosial dan cinta. Hal ini termasuk kebutuhan akan teman dan interaksi. Menambah ketrampilan dapat  menunjang kita dalam memperluas pergaulan.*)By: Yunie Sudiro


Referensi:
Gibson; Ivancevich; Donnely (1993); Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses; Edisi keempat; Penerbit Erlangga; Jakarta

Kamis, 28 Januari 2010

Blog Sebagai Ekspresi Diri



Setiap orang dikaruniai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kadang kita tidak menyadari apa kelebihan kita karena terpatok pada keyakinan pada umumnya. Misalnya pada umumnya yang dianggap pintar adalah orang yang menguasai science, maka kita yang tidak menguasai ilmu tersebut merasa kurang pintar. Keyakinan seperti ini menurut saya bisa membuat individu kurang percaya diri sehingga bisa menurunkan daya kreativitas. Demi terciptanya rasa percaya diri, kita harus dapat mengenali kelebihan dan kekurangan kita. Dengan berbekal kelebihan yang kita miliki dan kita bisa mengeksploitasinya niscaya suatu saat akan menjadi suatu keuntungan. Meskipun keuntungan tersebut belum tentu secara langsung dapat dikonversikan ke dalam bentuk materi. Tapi saya yakin hal ini dapat dipakai sebagai jembatan untuk meraih keuntungan materi jika dikehendaki.

Sering sekali saya mendengar ungkapan 'cari kerja itu sulit'. Banyak teman-teman yang bercerita kalau sudah banyak menyebar surat lamaran kerja, kemudian tes tapi tak diterima. Dengan melihat situasi seperti itu, tidaklah salah kalau akhirnya kita menerima pekerjaan yang mungkin tidak sesuai harapan. Hari terus berjalan, hidup harus dijalani, maka terpakulah kita pada rutinitas. Demikian juga bagi orang yang menyukai pekerjaannya. Seperti halnya saya. Setiap hari, dari senin sampai minggu, kemudian senin lagi selalu menghadapi kegiatan yang hampir sama.

Jalan pikiran setiap orang berbeda-beda. Ada yang berpendapat rutinitas sudah cukup untuk menikmati hidup, di lain pihak masih ingin mengembangkan kelebihan lain di sela-sela rutinitas. Semua orang berhak untuk berpendapat. Dan saya berpendapat kelompok yang terakhir hidupnya lebih berwarna.

Sekitar empat tahun ini saya menjalani rutinitas yang berbeda dari sebelumnya. Saya sangat menyukainya. Pengetahuan yang saya miliki juga masih bisa diterapkan. Saya mempunyai lingkungan yang menyenangkan. Teman-teman baru saya mempunyai latar belakang tingkat pendidikan yang tak jauh dari saya. Kebanyakan dari mereka juga berumur tak jauh dari saya. Kita suka berbagi cerita dan jalan bareng. Tapi seiring dengan waktu saya menyadari bahwa saya masih membutuhkan yang lain. Saya mempunyai latar belakang pendidikan Teknik dan Manajemen Industri. Hal ini mendorong saya mempunyai keinginan berbagi tentang penerapan pengetahuan yang saya miliki dalam kehidupan dunia wanita berkeluarga. 


Akhirnya terpilihlah sebuah media yang bisa mengekspresikan buah pikiran saya, yaitu web log atau blog yang sedang Anda baca saat ini.*)By: Yunie Sudiro.

Minggu, 24 Januari 2010

Optimal dan Deskripsi Blog



Pada kesempatan ini pada dasarnya saya akan mengemukakan latar belakang munculnya deskripsi blog. Yang perlu Anda ketahui bahwa deskripsi blog juga menjadi pedoman saya dalam memunculkan kategori label blog. 

Mungkin saja nantinya Anda akan menemui banyak hal yang berhubungan dengan kata ‘optimal’ dalam tulisan saya. Dan mungkin juga sebagian ada yang belum mengenal lebih dekat apa yang dimaksud dengan kata kunci saya tersebut. Mengacu pada kamus lengkap Bahasa Indonesia (Tanti Yuniar, Sip), Optimal merupakan kata sifat yang berarti tertinggi; paling baik; sempurna; terbaik; paling menguntungkan.

Optimal itu menurut definisi saya jika dihubungkan dengan biaya yang kita keluarkan adalah tidak harus termurah, tapi juga tidak kemahalan dalam mendapatkan suatu barang yang sesuai dengan karakteristik yang kita inginkan. Bingung kan..? supaya lebih jelas dalam mendeskripsikan definisi kata optimal versi saya, coba kita terapkan pada contoh berikut.

Contoh1:
Katakanlah kita akan membeli sebuah T-shirt pada suatu departement store.Di sana ada merek A dan merek B. Merek A dijual dengan harga Rp 130.000 dengan bahan kaos sesuai yang diinginkan. Sedangkan merek B dibandrol dengan harga Rp 100.000 dengan bahan yang jauh dibawah dari harapan kita. Maka pada kasus ini kita akan memilih T-shirt merek A dengan harga Rp 130.000. Karena merek A adalah pilihan yang terbaik.

Contoh 2:
Pada sebuah usaha rumahan memproduksi jenis kue X dan Y. Masing-masing pembuatan sebuah kue X dan Y memerlukan    biaya untuk penggunaan listrik, jam buruh, dan bahan baku yan berbeda. Masing-masing kue juga mempunyai harga penjualan   yang berbeda. Dalam menentukan berapa jumlah yang optimal untuk pembuatan kue X dan kue Y, kita bisa berpatokan pada total laba yang terbesar yang akan diperoleh.

Saya di sini adalah sebagai seorang wanita yang sudah berkeluarga. Berdasarkan pengalaman mengenai apa yang saya lakukan, maka terciptalah pengelompokan aktivitas Ibu Rumah Tangga menurut saya. Meskipun pada prakteknya sebagian pekerjaan tersebut dapat didelegasikan pada ART (Asisten Rumah Tangga) tapi tanggung jawab tetap dipegang oleh para Ibu Rumah Tangga itu sendiri. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa yang dilakukan Ibu Rumah tangga dalam kehidupan sehari-harinya dapat meliputi: 

  1. Pekerjaan rumah atau tata graha (house keeping)
Pekerjaan ini meliputi semua tentang kebersihan dan perlengkapan rumah. 
  1. Urusan dapur atau makanan dan dapur (food and kitchen)
Pekerjaan ini meliputi penyediaan makanan dan perlengkapan dapur.
  1. Keuangan keluarga (family finance)
Pekerjaan ini meliputi pencatatan harian keuangan dan perencanaan keuangan keluarga.
  1. Merawat dan mengasuh anak (parenting)
  Pekerjaan ini meliputi semua hal tentang perawatan dan pengasuhan anak termasuk pendidikannya. 


Berdasarkan penjelasan saya mengenai latar belakang ide penulisan topik pada blog, selanjutnya diharapkan dapat dengan konsisten mengupasnya satu demi satu mengenai topik tersebut. Pengelompokkan pembahasan akan dikategorikan melalui label blog, yaitu: Manajemen, Teknik Industri, tata graha (house keeping), makanan dan dapur (food and kitchen), keuangan keluarga (family finance), pengasuhan anak (parenting).*)By: Yunie Sudiro.


Referensi:
Tanti Yuniar, Sip; Kamus Lengkap Bahasa Indonesia; Agung Media Mulia.