Rabu, 17 Maret 2010

Ibu Rumah Tangga TIDAK Identik dengan Daster



Sebelumnya mari kita awali dengan potongan cerita dari salah seorang temen saya.
"Suami saya bekerja di bagian marketing...salah satu job nya adalah ikut merekrut tenaga penjual langsung (direct sales). Suatu hari, pada hari libur ada pelamar "gadis muda" yang datang ke rumah menyerahkan lamaran. Waktu itu saya yang membukakan pintu dengan mengenakan busana seadanya-----baby doll------ Setelah saya persilahkan duduk, si gadis langsung memerintah saya..."mbak, tolong dibikinkan minum...." Alamak..saya dipikirnya bukan nyonya rumah tapi dikiranya ART (Asisten Rumah Tangga). "

Jauh sebelum itu, di suatu departement store. "Dik, ini lho bagus buat busana harian" kakak ipar saya seraya menunjukkan terusan kasual. Kemudian beliau menceritakan tentang apa yang telah dialami oleh salah satu dari rekan kerjanya, sebut saja Bu 'G'. ----Pada suatu hari, Bu 'G' sedang mengarahkan asistennya merapikan halaman depan rumah. Kemudian datanglah seorang tamu dan seraya berkata pada Ibu 'G', "Ibunya ada?"... si Ibu sebagai nyonya rumah langsung merasa bahwa penampilannya yang waktu itu mengenakan daster lah yang menyebabkan tamunya menganggap dirinya sebagai pekerja di rumahnya.

Lain lagi dengan obrolan teman saya yang lain. Dia adalah teman sekost saya waktu kuliah. Kita adalah teman seangkatan dan sejurusan. Mungkin dia lebih gigih dari saya, hingga dia bisa wisuda 1 (satu) semester mendahului teman-teman seangkatan. Setelah wisuda dia langsung bekerja. Entah kenapa sekitar hampir setengah tahun dia memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya. Sekitar beberapa bulan dia beristirahat sambil mencari pekerjaan pengganti. Pada saat masa menganggur dia sempat bilang kepada saya: 'nggak enak nggak kerja, nggak bisa dandan--nggak bisa pakai lipstik, nggak bisa pakai sepatu berhak tinggi,..bla...bla...bla...

Semua kejadian yang saya paparkan adalah merupakan efek dari paradigma lama, yaitu bahwa ibu rumah tangga cuma selalu di rumah, tidak bertemu siapa-siapa. Pakai daster saja cukup. Akhirnya sebagian dari mereka menganggap bahwa penampilan bukan merupakan suatu prioritas. Padahal penampilan terbukti bisa mendongkrak rasa percaya diri seseorang.

Untuk itu, kita sebagai ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah sebaiknya juga memperhatikan penampilan kita. Bagaimana kita di rumah, bagaimana kita di pesta, bagaimana berdandan sesuai pada tempatnya. Jadi bukan hanya wanita pekerja yang harus punya koleksi sepatu dan tas. Tapi, kita sebagai ibu rumah tanggapun seharusnya mempunyai koleksi sepatu dan tas. Selalu tampil rapi dan cantik merupakan upaya menghargai diri kita sendiri karena pada kenyataannya penilaian awal seseorang terhadap kita selalu tergantung pada pandangan pertama. Selain itu juga tidak mempermalukan orang-orang di sekitar kita, terutama suami. Jangan sampai ada yang berpendapat kita tak cocok berada di samping suami. Sttt ...tujuan lainnya sebenarnya adalah salah satu strategi biar para suami kita tidak cari yang 'segar' di luaran.


Sebagai ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah seharusnya tetap selalu menjaga penampilan. Penampilan tidak harus mahal, yang penting sesuai pada tempatnya dan orang lain dapat mengenali kita sebagai nyonya rumah.*)By : Yunie Sudiro

Kamis, 04 Maret 2010

Berlibur Ala Pantai Senggigi dengan Anggaran Lokal Di Pantai Bandengan Jepara

Tubuh bisa lelah. Kadang kita tak merasakan kelelahan itu. Tahu-tahu tubuh protes, meriang (paling ringan), flu, dst... Itu tandanya tubuh perlu istirahat. Begitu juga dengan mental-pikiran kita. Setiap hari kita selalu menggunakan pikiran kita. Lama-lama pikiran kita bisa capek.-- Orang bilang stess--. Jangan sampai otak kita protes. Mari kita sama-sama membuat otak kita relaks pada saat mulai penat. Saat inilah refreshing sangat berarti buat saya. Saya tak mau stress ringan menjadi berat. Maksudnya, saya tak mau jadi gila..ha..ha.. Tetapi refresing juga perlu biaya. Makanya jangan bikin acara refreshing malah membuat kita stress. Gara-gara pulang liburan membuat jatah belanja sebulan ke depan jadi ludes.

Kebetulan saya adalah sebagai pendatang di kota Semarang. Tak terasa sudah sekitar 4 tahun saya berdomisili di kota lumpia ini. Sayapun memanfaatkan momen ini untuk menyiasati anggaran liburan. Mumpung tinggal di Semarang saya mengagendakan untuk mengunjungi daerah wisata wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya di setiap kesempatan. Berikut saya akan sharing oleh-oleh liburan saya dan keluarga ke pantai Bandengan Jepara.

Lumayan lama saya tinggal di Semarang, tapi baru akhir-akhir ini mendengar ada pantai bagus, nuansa Bali di kota Jepara. Suamipun tergelitik untuk cari tahu lebih banyak melalui internet. Akhirnya kita dan teman-teman beserta keluarga masing-masing sepakat berlibur ke sana. Hotel sudah reserve. Berangkatlah kita dengan berbekal peta kota Demak, Kudus dan Jepara hasil download. Jangan lupa isi bensin. Untuk mobil dengan kapasitas mesin 1500 cc, diisi dengan premium Rp 150.000 sudah lebih dari cukup untuk pulang-pergi, dan sekedar keluar buat cari makan di luar hotel.

Sampailah kita di kota Jepara. Kamipun menyusuri Jl Pemuda - HOS Cokroaminoto - Kol Sugiyono - ketemu pasar - bingung harus kemana, karena nama jalan sudah tidak sesuai peta. Dua kali kita ketemu pasar lagi, artinya kita tak menemukan jalan. Kamipun memutuskan untuk kembali ke Jl A Yani dan mencari jalur alternatif lain, yaitu: Jl. A Yani - Jl Shima lurus arah Bangsri , nanti kita belok ke kiri sesuai petunjuk arah pantai Bandengan / Tirto Samudra Beach. Setelah itu kita lurus saja mengikuti jalan, agak jauh, sampai berakhir pada ujung jalan, tempat loket masuk pantai Bandengan.

Kami menginap di P*** Beach Resort. Pintu masuknya persis sebelum loket. Sejauh mata memandang resortnya memenuhi syarat untuk dihuni..tapi suasana lobi sepi..kayaknya di sana jumlah pegawainya tak banyak. Tanpa door man..kitapun masuk tempat reseption tanpa ada penyambutan di pintu utama, buka pintu sendiri dan tanpa welcome drink..tapi itu tak mempengaruhi kami untuk menikmati resort yang tersedia. Tadi saya hanya menggambarkan suasana 'sepi'. Setelah dapat kamar kamipun langsung berlari menuju pantai. Whoooaa … pasirnya putih lembut,..kolam renang dan restorasi dekat pantai,..dan kami menyadari kalau kita di tempat terpencil, jauh dari kota. Hal ini mengingatkan saya pada saat di pantai Senggigi-Lombok. Saran saya, siapkan makanan kecil yang cukup.









Malam mulai tiba, sunyi mulai terasa. Yang terdengar hanya deburan ombak. Kami hanya bisa duduk di restorasi tepi pantai, bercengkrama sambil menikmati secangkir kopi. Di sana masih minim hiburan. Karaokepun tak ada.

Tak terasa saya, suami dan teman-teman telah menghabiskan malam sampai jam 02.00. Tanpa hiburan kami telah melewatkan malam bersama dengan mengesankan. Kantuk mulai menyerang, tanpa mimpi, hari telah berganti. Pagi begitu cerah, kami mulai menyusun aktivitas supaya hari terakhir kami tidak sia-sia. Lupakan luar resort...anda rasakan suasana resort dan pantainya...bermain pasir...bermain air laut...naik dan berenang di kolam renang....balik lagi ke pantai....naik banana boat...naik perahu kano atau mau perahu kayak juga ada...mau berkenalan sama ekspatriat ....sampai melihat yang memakai bikinipun bisa....- pasti anda merasa ada perasaan lain,... Oh ya...jangan lupa berfoto...





Itulah oleh-oleh saya dari Jepara. Silakan mencoba.*)By: Yunie Sudiro.